SEJARAH INDONESIA MODERN "ORGANISASI-ORGANISASI YANG BERSIFAT KEDAERAHAN"
ORGANISASI-ORGANISASI YANG BERSIFAT
KEDAERAHAN
(1900-1927)
Disusun oleh :
Nama : Vita Aulia Ramadhani (
Mata Kuliah : Sejarah Indonesia Modern
Prodi/Smester : Ilmu Sejarah/IV(Genap)
Fakultas Ilmu Sosial
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Tahun Akademik 2016/2017
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan
penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik.
Makalah
ini disusun agar pembaca dapat mengetahui ilmu Sejarah Pergerakan Rakyat
Indonesia khususnya Organisasi- Organisasi kedaerahan yang lebih mendalam yang
kami sajikan berdasarkan pengamatan serta analisis pustaka dari berbagai
sumber. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu
yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
.
Palembang, 25 Mei 2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR......................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
1.1 Rumusan
Masalah....................................................................................................7
BAB
II PEMBAHASAN...........................................................................................................
A. Pengertian
Organisasi yang bersifat Kedaerahan ....................................................8
B. Latar
belakang munculnya organisasi Tri Koro Dharmo..................................
C. Organisasi
kedaerahan adalah organisasi para Kepemudaan.................................12
D. Apa
itu Tri Koro
Dharmo.......................................................................................14
E. Tujuan
berdirinya organisasi kedaerahan Tri Koro
Dharmo..................................16
F. Organisasi-Organisasi
Kedaerahan tidak bergerak dibidang politik......................20
G. Tri
Koro
Dharmo hanya merekrut anggota pemuda dari Jawa
Madura...................................................................................................................20
H. Pengaruh
bagi Tri Koro Dharmo mengenai pembatasan anggota yang hanya menerima pemuda
dari Jawa..................................................................................21
I. Bagaimana
bentuk
usaha pergerakan Tri Koro dharmo dalam bidang sosial
budaya?...................................................................................................................23
J. Tri
koro Dharmo menjadi Jong Java?....................................................................25
K. Tujuan
Jong Java?..................................................................................................27
L. Apa
itu
Jong Sumatranend Bond, Jong Batak, Jong Ambon, Jong Minahasa, dan Jong
Celebes?.........................................................................................................27
M. Alasan
singkat Jong Javammenjelma menjadi Jong
Indonesia..............................30
BAB
III PENUTUP.................................................................................................................
Kesimpulan.................................................................................................................32
Glosarium...................................................................................................................
33
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................36
BAB I
PENDAHULUAN
Studi sejarah yang membahas
masalah pergerakan nasional memang banyak yang mengulas, terutama masalah Budi
Utomo yang menjadi organisasi modern pertama. Kelahirannya pada 20 Mei 1908
yang dikenal dengan kebangkitan nasional menjadikan organisasi ini sebagai
pelopor organisasi modern, namun tidak banyak yang mengulas organisasi pemuda
yang terinspirasi dari organisasi modern tersebut untuk dijadikan bahan
penelitian sejarah. Ulasan tentang organisasi pemuda hanya sebagai pelengkap
dari perkembangan kebangkitan nasional, sehingga perlu adanya keterangan yang
lebih lanjut untuk mengungkap pengaruh organisasi kepemudaan yang juga
berpengaruh dalam perkembangan kesadaran atau kebangkitan nasional. Organisasi
yang mereka bentuk di harapkan dapat berfungsi sebagai penengah solidaritas
sosial, penyalur cita-cita dan pemupuk cita-cita mereka.
Membahas masalah organisasi
kepemudaan terutama pada tahun 1915-1926 tidak lepas dari Tri Koro Dharmo,
karena organisasi ini merupakan organisasi kepemudaan pertama yang lahir. Atas
prakarsa Dr.R. Satiman Wirjosandjojo , Kadarman, Sunardi dan beberapa pemuda
lainnya bermufakat untuk mendirikan suatu perkumpulan pemuda yang beranggotakan
pelajar-pelajar sekolah menengah yang berasal dari Jawa dan Madura yang sedang
mengenyam pendidikan di Jakarta. Pada tanggal 7 Maret 1915 perkumpulan tersebut
diberi nama Tri Koro Dharmo yang mempunyai tujuan ingin mencapai Jawa Raya
dengan jalan memperkokoh rasa persatuan antara pemuda Jawa, Sunda, Madura,
Bali, dan Lombok.
Tri Koro Dharmo ini menjadi
penggerak organisasi kepemudaan yang mendorong para pemuda daerah lainnya
seperti Sumatra, Ambon dan lain-lain untuk mendirikan organisasi kepemudaan
yang juga didasarkan atas sifat kedaerahan. Munculnya Jong Sumatranen bond, Jong Ambon, Jong Celebes dan lain-lain, organisasi-organisasi tersebut lahir
untuk menciptakan solidaritas atau persatuan di antara para pelajar dari setiap
daerah masing-masing, selain itu mereka juga ingin menunjukkan identitas
daerahnya melalui pelestarian budaya dari setiap daerah. Rasa persatuan memang
sudah ada, namun masih bersifat kedaerahan, dalam perkembangan
organisasi-organisasi kedaerahan tersebut menyadari perlunya rasa persatuan
Indonesia.
Kunci perkembangan pada
masa ini adalah munculnya ide-ide mengenai organisasi dan dikenalnya
definisi-definisi baru dan lebih canggih tentang identitas. Ide baru tentang
organisasi meliputi bentuk-bentuk kepemimpinan yang baru, sedangkan definisi
yang baru dan lebih canggih mengenai identitas meliputi analisis yang lebih
mendalam tentang lingkungan agama, sosial, politik, dan ekonomi. Pada tahun
1927 telah terbentuk suatu jenis kepemimpinan Indonesia yang baru dan suatu
kesadaran diri yang baru dan suatu kesadaran diri yang baru, tetapi dengan
pengorbanan yang sangat besar. Para pemimpin yang baru terlibat dalam
pertentangan yang sengit satu sama lain, sedangkan kesadaran diri yang semakin besar telah
memecah belah kepemimpinan ini lewat garis-garis agama dan ideologi. Pihak
Belanda mulai menjalankan suatu tingkat penindasan baru sebagai jawaban
terhadap perkembangan-perkembangan tersebut. Periode ini tidak menunjukan
pemecahan masalah, tetapi merubah pandangan kepemimpinan Indonesia itu mengenai
diri sendiri dan masa depanya. (Ricklefts, 2011 : 247-248)
Berkembangnya organisasi kepemudaan,
mendorong untuk melakukan penelitian terhadap organisasi kepemudaan lebih
lanjut. Disini penulis berminat melakukan penelitian terhadap Jong Java,
karena organisasi ini merupakan organisasi kepemudaan pertama yang mempunyai
pengaruh besar terhadap persatuan organisasi-organisasi kepemudaan Indonesia,
selain itu masalah pergantian nama dari Tri Koro Dharmo menjadi Jong Java pada
tahun 1918 dan perubahan orientasi Jong Java dari non politik ke politik
persatuan Indonesia yang mulai menjadi polemik dalam tubuh Jong Java pada tahun
1925, karena aktifitas politik sekitar tahun 1918-1930 belum menjadi hal
yang umum dilakukan organisasi kepemudaan, sehingga hal tersebut menarik untuk
diteliti lebih lanjut untuk mengungkap fakta yang sebenarnya. Alasan lain
yang mendorong penulis untuk meneliti Jong
Java dikarenakan organisasi ini dalam perkembangannya mempunyai semangat
untuk mewujudkan persatuan Indonesia yang dimulai dengan keikutsertaannya dalam
kongres kepemudaan dan berusaha mewujudkan cita-cita dan tujuannya sampai
melakukan fusi dengan organisasi kepemudaan lainnya untuk memperoleh
kemerdekaan.
Tri Koro
Dharmo dan Organisasi Pemuda Kedaerahan Tahun 1915-1925
Pemuda menjadi salah satu
penggerak dalam mewujudkan tujuan, dalam mewujudkan tujuan tersebut dapat
dijadikan dalam satu wadah yaitu sebuah organisasi. Dengan adanya organisasi
dapat menyatukan pemikiran maupun ideologi dari setiap individu agar dapat
mewujudkan cita-cita yang di inginkan, dengan berorganisasi juga dapat
dijadikan pembelajaran bahwasanya hidup dalam kebersamaan lebih mudah dalam
mewujudkan suatu tujuan. Pada mulanya bentuk organisasi-organisasi pemuda
tersebut berdasarkan kesukuan atau kedaerahan, yang mengutamakan ikatan antara
sesama pelajar sedaerah serta membangkitkan perhatian terhadap kebudayaan
daerah masing-masing.
Perkumpulan pemuda mengikuti jejak
organisasi politik yang bertujuan kemerdekaan Indonesia, para pemuda dengan
semangatnya yang tinggi tidak ragu lagi memperjuangkan nasib bangsanya dalam
mencapai kemerdekaan. Munculnya organisasi kepemudaan tersebut masih dalam
pengawasan pihak kolonial, hal tersebut dilakukan oleh pemerintah Kolonial
untuk memastikan bahwa organisasi-organisasi tersebut tidak melakukan
perlawanan dan pemberontakan terhadap pemerintah Kolonial. Jika suatu
organisasi masih aman dan tidak membahayakan maka masih diizinkan
keberadaannya, namun jika organsasi tersebut dirasa membahayakan maka wajib
dibubarkan.
Muda dan terpelajar menjadi bobot
tersendiri dalam lahirnya organisasi pemuda, muda saja tidak cukup untuk
mewujudkan suatu tujuan yang nyata. Karena setiap pemuda mempunyai caranya
sendiri untuk menentukan tujuan hidupnya, dengan dibekali pelajaran dan
mengenyam pendidikan yang tinggi menjadi nilai plus untuk menjadi pemuda
yang mempunyai bobot yang lebih.
Di Hindia-Belanda memang tidak
banyak kaum pemuda yang bisa melanjutkan pendidikannya sampai tingkat tinggi,
kebanyakan yang dapat melanjutkan pendidikan tingkat lanjut hanya mereka yang
tergolong kaum priyai, kaum priyayai ini adalah mereka yang menjadi
administratur, pegawai pemerintah dan masyarakat yang mempunyai kedudukan lebih
tinggi dari masyarakat pada umumnya. Muda dan terpelajar bukanlah menjadi
syarat utama untuk mendapatkan pengakuan sosial, namun bagaimana mereka
mengaplikasikannya dalam lingkungan sosial.
Organisasi pemuda yang berdiri
pertama kali di kalangan pelajar pada masa itu bermula di kota-kota besar
seperti di Jakarta. Mereka menuntut ilmu dan disanalah mereka bertemu dengan
pelajar-pelajar lain yang berbeda daerah maupun budayanya. Dengan adanya
perbedaan inilah mendorong mereka untuk membentuk suatu solidaritas menurut
daerah mereka masing-masing, maka terbentuklah suatau perkumpulan pemuda yang
menjunjung tinggi kebudayaan dari masing-masing daerah.
B. Rumusan Masalah
N. Apa itu organisasi yang bersifat kedaerahan
O. Latar
belakang munculnya organisasi-organisasi yang bersifat kedaerahan
P. Apa
alasan organisasi kedaerahan disebut organisasi para pemuda?
Q. Apa
itu Tri Koro Dharmo, lambang serta asas organisasi? DIN INTERNET
R. Tujuan
berdirinya organisasi kedaerahan Tri Koro Dharmo
S. Mengapa
organisasi-organisasi kedaerahan tidak bergerak dibidang politik & hanya
mengawali pergerakanya di bidang sosial budaya?
T. Mengapa
Tri Koro Dharmo hanya mencakup anggota pemuda dari Jawa & Madura?
U. Bagaimana
dampak atau reaksi dari para pemuda diluar pulau Jawa mengenai pembatasan
perekrutan anggota Tri Koro Dharmo
V. Bagaimana
bentuk usaha pergerakan Tri Koro dharmo dalam bidang sosial budaya?
W. Alasan
Tri koro Dharmo mengganti namanya menjadi
Jong Java?
X.
Tujuan Jong Java?
Y. Apa
itu Jong Sumatranend Bond, Jong Batak,
jong Ambon, jong Minahasa, dan jong celebes?
Z.
Alasan singkat Jong Java menjelma
menjadi Jong Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Organisasi yang bersifat kedaerahan
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia, kata Organisasimerupakan
suatu kesatuan (susunan dan sebagainya) yang terdiri atas bagian-bagian (orang
dan sebagainya) dalam perkumpulan dan sebagainya untuk tujuan tertentu,
kelompok kerja sama antara orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan
bersama. Kemudian pendapat lain mengatakan organisasimerupakan suatu pembagian
kerja melihat bahwa adanya unsur-unsur
yang saling berhubungan, yakni sekelompok orang/ individu adanya
kerjasama & adanya tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Interaksi dalam
organisasi akan terjadi antar individu dengan indiviu, individu dan kelompok.
Hubungan ini terjadi karena adanya pembagian kerja yang jelas dalam suatu
sistem. Kerjasama dalam suatu sistem yang teratur ini dimaksudkan untuk
mencapai tujuan tertentu yang telah disepakati bersama.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa organisasi merupakan suatu perkumpulan atau serikat
yang memiliki suatu tujuan tertentu, berkumpul, mengemukakan ide, pendapat,
berbagi wawasan, serta aspirasi agar terciptanya kesamaan ide demi kelancaran
tujuan. Organisasi dapat mempengaruhi apa saja yang ingin disentuhnya. Pada
masa Pergerakan Nasional 1908-1942
organisasi merupakan suatu bentuk pergerakan menuju kemerdekaan Republik
Indonesia. Istilah itupun tidak saja mengenai pergerakan untuk kepentingan
bangsa Indonesia seluruhnya, akan tetapi juga meliputi gerakan yang hanya
teruntuk sebagian dari bangsa Indonesia, seperti hanya dari Jawa, Sumatera, Ambon dan lain sebagainya (A.K Pringgodigdo. SH. 1949: VII).
Hampir setiap hari
pemuda-pemuda pelajar dari berbagai
daerah itu bertemu & mengadakan hubungan. Mereka saling menceritakan
keadaan, adat-istiadat, kebudayaan serta pengalaman- pengalaman mereka di
daerah masing-masing, secara tidak sadar mereka sudah saling memberi informasi
serta menerima informasi & pengetahuan tentang keadaan sosial-budaya.
Organisasi
pemuda yang ada di dalam negeri, pada mulanya organisasi pemuda masih bersifat
keadaerahan. Sebagai tempat berdirinya organisasi pemuda kedaerahan yang pertama,
adalah di dalam gedung STOVIA. Gedung ini menjadi tempat pertemuan para pelajar
bumiputera yang pertama kali. Di dalam gedung ini pula, tempat lahirnya
Perkumpulan Budi Utomo (organisasi pergerakan nasional yang pertama di
Indonesia). Sagimun MD (1989 : 65)
Jadi, dapat
dimengerti, bahwa tempat inilah yang memberi kemudahan para pelajar dari
berbagai sekolah mengadakan pertemuan non-formal. Disamping itu, juga telah
terbukti bahwa Direktur STOVIA (dr. H.F. Roll) pernah membela R. Soetomo dalam
usahanya untuk mengembangkan organisasi. Dnegan demikian, direktur-direktur
penggantinya juga dapat berbuat semacam direktur terdahulu itu. Dalam hal ini
wajar, para pelajar dari sekolah yang ada di
luar gedung STOVIA, juga tidak merasa takut masuk gedung STOVIA. Itulah
yang menyebabkan, gedung tersebut menjadi tempat bertemunya pelajar-pelajar
dari berbagai daerah di pelosok tanah air.
B.
Latar
belakang munculnya organisasi kedaerahan
Langkah-langkah
menuju kebangkitan Nasional (1900-1927) sungguh diprakarsai oleh muncul dan
terus bertambahnya wilayah jajahan Belanda di wilayah Indonesia. Indonesia
benar-benar membutuhkan perhatian khusus tentang masalah-masalah adanya
pernyataan kebijakan penjajahan yang baru. Perubahan-perubahan terus terjadi ,
terutama dalam bidang Politik, budaya, dan agama. Indonesia menempuh jalan yang
baru. Namun, dari segala perubahan-perubahan dari kekacauan-keakacauan yang
terjadi, munculah ide-ide mengenai hak atau perebutan kembali hak, terutama
pengusiran terhadap para penjajah. Ide tersebut pertama kali muncul di daerah
Jawa dan Sumatera (Minangkabau) mengingat, seperti di daerah minangkabau dan
aceh, bahwa kedua daerah tersebut masih benar-benar ingin mempertahankan
tatanan serta tradisi yang lama, terutama untuk hal agama.
Kunci
perkembangan pada masa ini adalah munculnya ide-ide mengenai organisasi dan
dikenalnya definisi-definisi baru dan lebih canggih tentang identitas. Ide baru
tentang organisasi meliputi bentuk-bentuk kepemimpinan yang baru, sedangkan
definisi yang baru dan lebih canggih mengenai identitas meliputi analisis yang
lebih mendalam tentang lingkungan agama, sosial, politik, dan ekonomi. Pada
tahun 1927 telah terbentuk suatu jenis kepemimpinan Indonesia yang baru dan
suatu kesadaran diri yang baru dan suatu kesadaran diri yang baru, tetapi
dengan pengorbanan yang sangat besar. Para pemimpin yang baru terlibat dalam
pertentangan yang sengit satu sama lain, sedangkan kesadaran diri yang semakin besar telah
memecah belah kepemimpinan ini lewat garis-garis agama dan ideologi. Pihak
Belanda mulai menjalankan suatu tingkat penindasan baru sebagai jawaban
terhadap perkembangan-perkembangan tersebut. Periode ini tidak menunjukan
pemecahan masalah, tetapi merubah pandangan kepemimpinan Indonesia itu mengenai
diri sendiri dan masa depanya. (Ricklefts, 2011 : 247-248)
Seperti yang
telah disinggung diatas bahwa Indonesia benar-benar membutuhkan perhatian yang
khusus tenatang permasalahan-permasalah yang terus muncul dibalik segala
perubahan demi perubahan atas kebijakan para penjajah yang berhasil mendapatkan
daerah jajahanya. Tatanan yang sudah menjadi identitas Indonesia sedikit demi
sedikit di pretelioleh para penjajah.
selain itu, para penjajah sudah benar-benar keterlaluan terhadap masyarakat pribumi yang sebenarnya akan
membantu mereka untuk menyelamatkan pemerintahanya sendiri.
Tidak dapat
disangkal bahwa dominasi Barat beserta perubahan-perubahan sosial yang
mengikutinya telah menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan rakyat untuk
cenderung melakukan pergolakan sosial. Dominasi ekonomi, politik, dan kultural,
yang terjadi pada masa kolonial telah mengakibatkan timbulnya disorganisasi di
kalangan masayarakat tradisional beserta lembaga-lembaganya. Dengan dimasukanya
sistem ekonomi uang, beban rakyat menjadi bertambah berat. Sistem ekonomi uang
itu telah memungkinkan pelaksanaan sistem perpajakn, peningkatan perdagangan
hasil bumi, timbulnya buruh upahan, masalah kepemilikan, dan penggarapan tanah.
Dengan adanya subordinasi ekonomi itu, pengerahan tenaga dan kondisi kerja
menjadi tergantung pada pihak penguasa kolonial. Selain itu, dengan adanya
perkembangan perdagangan dan industri pertanian timbul pula peran-peran
tradisional. Dalam bidang politik timbul banyak penetrasi sistem administrasi
yang bersifat legal rasional yang dibawa oleh pemerintah kolonial. Sementara
itu, lembaga-lembaga politik tradisional semakin terdesak. Demikian pula
penguasa-penguasa tradisional merosot kedudukanya menjadi alat birokratis yang
sepenuhnya ditempatkan dibawah pengawasan kekuasaan kolonial, yaitu sebagai
akibat timbulnya proses birokratisasi menurut nilai dan ukuran Barat. Timbulnya
ide baru mengenai kehidupan sosial membuat bangunan tradisional tersebut semakin
diperlemah. Dengan adanya perubahan-perubahan, golongan-golongan sosial
ditempatkan di luar kerangka sosial dan merong-rong kekuatan norma-norma
tradisional sebagai pedoman hidup. Dalam situasi yang demikian itu timbul
kecendrungan masyarakat untuk mencari pegangan-pegangan lama, antara lain
dengan menghidupkan kembali nilai-nilai tradisional. Dalam menghadapi pengaruh
penetrasi budaya Barat yang memiliki kekuatan desintegratif, masyarakat
Indonesia mempunyai cara-cara untuk membuat reaksi sendiri. Karena di dalam
sistem kolonial tidak terdapat lembaga-lembaga untuk menyalurkan perasaan tidak
puas atau kekuatan oposisional, jalan yang akan ditempuh adalah dengan
mengadakan gerakan sosial sebagai protes sosial. (Notosusanto,
Nugroho,2010
: 397-398)
Hal tersebut diperkuat pula oleh A. Daliman
(2012 : 104) bahwa disamping dari faktor-faktor politik & sosial ekonomi,
motivasi, didorong perlawanan-perlawan tersebut dapat pula berasal dari
berbagai bentuk paham (isme). Paham nativisme
(kepribumian)/ tradisionalisme (adat-istiadat) mendorong untuk menolak segala
bentuk persimpangan dari sistem & struktur lama yang tidak baik, kalau
perlu dengan kekerasan. Perubahan-perubahan baru akan mengancam keseimbangan
hidup serta menimbulkan ketidakpastian, karenaya harus dijauhi & dimusuhi.
Jadi, inti
pergerakan nasional adalah untuk menentukan nasib sendiri, maka cita-cita yang
akan dicapai menjadi tanggung jawab bersama atas dasar senasib dan
sepenanggungan. Oleh karena itu harus ada persatuan dan kesatuan dalam melawan
penjajah. Untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan perlu adanya organisasi yang
bersifat nasional, baru muncul setelah adanya golongan “elite intelektual”,
karena golongan ini memiliki wawasan yang luas, akibat penerapan pendidikan
sistem Barat terhadap pelajar Bumi Putera, pada masa STOVIA dan pelaksanaan
Politik Etis. Oleh karena itu, setelah tahun 1900 barulah muncul berbagai
organisasi pergerakan nasional, yang diawali oleh perkumpulan Budi Utomo
berdiri tanggal 20 Mei 1908. (Sudiyo, 2002 : 21)
Organisasi ini
didirikan oleh pelajar STOVIA di bawah kepemimpinan R. Soetomo. Gedung STOVIA
adalah sebuah gedung yang merupkan temoat bertemunya para pemuda dari berbagai
daerah, baik yang belaajar di STOVIA maupun yang bukan pelajar STOVIA.
Pemuda-pemuda tersebut tampak lebih mudah bergaul dan ada kebebasan keluar
masuk gedung STOVIAN setelah Budi Utomo berdiri. Terlebih-lebih setelah
selesainya Kongres Budi Utomo pertama tanggal 3-5 Oktober 1908 di Yogyakarta
dan dibebaskanya R. Soetomo dan tuntutan para dosen STOVIA untuk dipecat dari
sekolahnya. Direktur STOVIA dr. H.F Roll membela R. Soetomo, sehingga apa yang
dituduhkanya oleh para dosen itu dapat dijawab oleh dr. H.F Roll dengan baik,
sehingga R. Soetomo tidak bisa dipecat dari STOVIA.
Dengan
memperhatikan sikap dan langkah yang dilakukan oleh direktur STOVIA tersebut,
mulailah para pemuda dari luar STOVIA memberanikan masuk ke gedung STOVIA
secara teratur. Makin lama terjadilah pergaulan antara pemuda dari berbagai
daerah secara akrab. Padaa mulanya hanya pemuda-pemuda dari Jawa saja yang
menginginkan untuk berorganisasi. Hal itu disebabkan telah ada organisasi Budi
Utomo yang selanjutnya diambil alih kepengurusanya oleh golongan yang sudah
dewasa atau golongan pejabat. Oleh karena itu, kaum mudanya ingin membentuk
organisasi pemuda Jawa.
Pada
tanggal 7 Maret 1915 di dalam gedung STOVIA, lahirlah organisasi pemuda yang
bersifat kedaerahan bernama “TRI KORO DHARMO”, merupakan organisasi pemuda
pertama yang sesungguhnya. Tri Koro Dharmo berarti tiga tujuan mulia,
berlambangkan “Keris” yang bertuliskan “Sakti, Budi, bakti”.
Para
pendiri Tri Koro Dharmo adalah dr. Satiman Wiryosanjoyo, Kadarman, Sunardi, dan
beberapa pemuda lainya yang semuanya berasal dari Jawa. Untuk sementara yang
dapat diterima maasuk menjadi anggota adalah para pemuda yang berasal dari Jawa
dan Madura. Tujuan organisasi ini sebenarnya untuk mencapai Jawa Raya, dengan
memperkokoh rasa persatuan antara pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali, dan Lombok.
C. OrganisasiKedaerahanadalahOrganisasiKepemudaan
Dalamsejarahperjuanganbangsa Indonesia telahterbukti,
bahwagenerasimudaselalutampillebihawalsecarapositifdanmurnimenuju Indonesia
merdeka. Hal inidapatdilihatdalamperjuangansejakgenerasi ’08, ’28, dangenerasi
’45, bahkansampaidenganperjuanganmengisikemerdekaan, yaitupadamasaawalOrdeBaru
(1966) danmasaOrdeReformasi Pembangunan (1988). Geraklangkahgenerasimudapadaawalperjuangantersebut,
tampakkompakbersatudalamrangkamencapai, mempertahankan, danmengisikemerdekaan,
bahkandalamperjuanganmenegakankebenarandankeadilan,
sehinggamendapatdukunganrakyat Indonesia secarakeseluruhan.
Karena di Batavia
banyakdidirikansekolah-sekolahlanjutan, baiksekolah-sekolah
lanjutan pertama maupun sekolah-sekolah lanjutan atas, bahkan kemudian juga
sekolah-sekolah tinggi, maka banyak pemuda-pemuda dari luar kota Batavia atau
Jakarta, baik pemuda-pemuda dari pulau Jawa yang datang dan bertempat tinggal
di kota Batavia atau Jakarta. STOVIA atau School
Tot Opleiding Van Inlandische Artsen merupkan sekolah pendidikan
dokter-dokter Indonesia yang satu-satunya di Indonesia adalah sekolah
pertama-tama menampung pemuda-pemuda pelajar dari berbagai daerah.
Pemuda-pemuda dari pulau Jawa dan pemuda-pemuda dari luar Pulau Jawa banyak
menjadi murid atau siswa STOVIA atau School
To Opleiding Van Inlandsche Artsen. Sekolah yang merupakan satu-satunya
sekolah pendidikan dokter di Indonesia itu didirikan si kota Batavia atau
Jakarta.
Jadi tidak heran
jikalau banyak pemuda-pemuda pelajar dari berbagai daerah di Indonesia yang
tertarik datang ke Batavia atau ke Jakarta dan bertempat tinggal di ibukota
Nederlandsch indie atau Hindia Belanda itu. Selain untuk melanjutkan
sekolahnya. Pemuda-pemuda itu juga tertarik untuk ke Jakarta, karena sebagai
ibukota Nederlandsch Indie atau Hindia Belanda Batavia atau Jakarta juga
menjadi pusat kehidupan politik. Ekonomi dan sosial budaya bagi seluruh
Indonesia.
tegasnya, para
pemuda pelajar sedaerah itu membutuhkan suatu wadah dalam bentuk organisasi/
perkumpulan modern yang mempunyai asas & tujuan serta pogram kerja yang
jelas (Sagimun MD,1989 :64-65)
Dengan demikian
maka lahirlah organisasi-organisasi/ perkumpulan-perkumpulan pemuda yang
merupakan wadah untuk menampung, membicarakan serta memecahkan persoalan
bersama yang mereka sedang hadapi, wadah-wadah yang mula-mula tumbuh adalah
organiasi-organisasi/ perkumpulan-perkumpulan pemuda yang masih berasas &
bersifat kedaerahan.
Di kota Batavia
atau Jakarta para pelajar itu merasa berasal dari satu daerah yang sama. Mersa
diri mereka lebih akrab. Mereka merasa senasib, sependeritaan dan
sepenanggungan. Rasa kebersmaan dan solidaritas sosial mereka mula-mula berasal
dari iktan primordial atau ikatan seasal-usul berupa suku bangsa. Orang-orang
Batak merasa seasal-usul dengan orang-orang dari daerah atau suku Batak.
Orang-orang Minangkabau mersa seasal-usul dengan orang-orang dari daerah atau
suku Minangkabau. Demikian pula orang-orang Bugis merasa seasal-usul dengan
orang-orang dari daerah atau suku Bugis dan lain-lainya.
Para siswa STOVIA, yang kebanyakan berasal dari
kota-kota kecil itu, juga memperoleh dorongan intelektual dari kota besar dan
modern. Sekolah itu terletak di Weltevreden di jantung kota Batavia yang,
sebagai kota terbesar, menjadi pusat kegiatan politik, perekonomian, dan
kebudayaan di Hindia, serta merupakan pintu gerbang paling pneting ke dunia
luar. Juga Batavia menjadi kediamanan satu kelompok intelektual non-politik
pribumi, yang kecil namun sedang tumbuh. Oleh karena STOVIA pada hakikatnya
merupkan satu-satunya lembaga pendidikan menengah di Batavia dan sekiranta, maka
wajarlah bila siswa-siswanya bergaul dengan kelompok intektual ini, dengan
akibat terpengaruh oleh ide-ide mereka (Nagazumi, 1989 : 55-56)
Pada waktu itu
rasa kebersamaan atau solidaritas sosial secara nasional yang meliputi wilayah
seluruh indonesia masih jauh dari kenyataan. Nasionalisme Indonesia seperti
yang kita miliki dan rasakan sekarang, masih belum ada. Yang ada dan mulai
tumbuh pada waktu, barulah rasa kebersamaan atau solidaritas sosial secara
daerah atau regional. Nasionalisme yang baru mulai tumbuh pada masa itu, adalah
nasionalime lokal atau daerah, nasionalimen regional masih sempit cakrawalanya.
Nasionalisme lokal, regional yang masih sempit cakrawalanya itu dikenal pula
dengan istilah-istilah provinsialisme, sukuisme, atau daerahisme. Semangat
persatuan dan kesatuan pada waktu itu masih meliputi satu daerah atau satu
provinsi yang sempit yang sempit daerah jangkauanya. Jadi nasionalisme lokal
atau nasionalisme regional belum mencakup cakrawala atau wilayah yang seluas
tanah air kita Indonesia yang membentangg dari Sabang di Timur We di sebelah
barat sampai di Marauke di Pulau Irian di sebelah Timur dan dari pulau Miangas
di kepulauan Sangir Talaud di sebelah iyata sampai ke pulau Rote di Provinsi
Nusa Tenggara Timur di sebelah selatan.
Yang baru tumbuh
pada masa itu barulah nasionalisme lokal, nasionalisme regional. Misalnya
nasionlisme Jawa, nasionalisme Sunda, nasionalisme Batak, nasionalisme Bugis,
nasionalisme Timor dan lain-lainya. Yang paling luas barulah nasionalisme
regional yang paling luas meliputi pulau demi pulau. Misalnya nasionlisme Jawa
Raya yang meliputi daerah kebudayaan Hindu-Jawa, yakni pulau Jawa, Madura, Bali
dan Lombok seperti dicita-citakan oleh perkumpulan atau organisasi pemuda yang
dikenal dengan nama Jong Java (baca
Yong Yava). Demikian pula nasionalisme Sumatera yang meliputi seluruh pulau
Sumatera seperti yang dicita-citaka oleh perkumpulan atau organusasu pemuda
yang dikenal dengan Jong Sumatranend Bond.
Demikian pula nasionlisme Celebes atau nasionalisme Sulawesi yang meliputi
seluruh pulau Celebes atau Sulawesi seperti yang dicita-citakan oleh perkumpulan tau organisasi pemuda yangg
menamakan dirinya atau dikenal dengan nama JongCelebes
(baca Yong Selebes) dan lain-lainya. Seperti yang telah kami singgung tadi,
perkumpulan-perkumpulan atau organisasi-organisasi pemuda itu selain masih
terbatas pada bidang sosial budaya saja. Misalnya kegiatan-kegiatan olahraga,
kesenian (Seni tari, seni suara/musik), pendidikan dan lain-lainya.
Demikianlah seperti yang telah kami
uraikan di depan tadi, maka timbul dan lahir perkumpulan-perkumpulan atau
organisasi-organisasi pemuda yang berasal dari suatu daerah. Hal ini memang
wajar dan tidak usah mengherankan kita. Pemuda-pemuda dari suatu darerah tentu
saja merasa dirinya lebih dekat dan lebih akrab dengan pemuda-pemuda
sesuku dan sedaerah dari pada dengan
pemuda-pemuda yang berasal dari daerah atau suku lain.
Pengertian
nasionalisme Indonesia pada masa itu masih samar-samar, belum sejelas dan belum
sekongkrit seperti sekarang. Kata Indonesia sendiri pada masa itu juga masih
belum begitu dikenal seperti sekarang. Belum ada yang tahu dengan pasti wilayah
mana dan mana batas-batas negeri yang disebut Indonesia. Semuaanya itu masih
samar-samar, masih belum sejelas dan sekongkrit sekarang. Oleh karena itu, maka
tidaklah terlalu mengherankan jikalau perkumpulan-perkumpulan atau
organisasi-organisasi pemuda pada masa itu masih berasas kedaerahan. (Sagimun
MD, 1989 : 73-74)
D.
Apa
itu Tri Koro Darmo
Salah satu organisasi
gerakan nasional yang tumbuh dari kalangan pemuda dan wanita
Indonesia adalah Tri Koro Dharmo.Pada pembahasan kali ini kita
akan mengkaji tentang sejarah Tri Koro Dharmo, tokoh pendiri tri koro dharmo,
sejarah perkembangan tri koro darmo, tujuan dan latar belakang berdirinya tri
koro dharmo.Sejarah organisasi pemuda dan wanita.
https://www.facebook.com/notes/ikatan-pemuda-batak/pergerakan-pemuda-batak-di-dalam-organisasi-jong-batak-bond/10153511134959566/diakses
tanggal 20 Mei 2016 Pk. 15:21 WIB
Perkumpulan
pemuda yang pertama berdiri adalah Tri Koro Dharmo. Organisasi ini berdiri pada
tanggal 7 Maret 1915 di Jakarta atas petunjuk Budi Utomo.
Diprakarsai oleh dr. Satiman Wirjosandjojo, Kadarman, dan Sunardi.
Mereka mufakat untuk mendirikan organisasi kepemudaan yang anggotanya berasal dari siswa sekolah menengah di Jawa dan Madura. Perkumpulan ini diberi nama Tri Koro Dharmo yang berarti tiga tujuan mulia (sakti, budhi, bakti).
Dalam perkembangannya, Tri Koro Dharmo membuka cabang di Surabaya. Dalam rangka mengefektifkan perjuangan, diterbitkan sebuah majalah yang juga diberi nama Tri Koro Dharmo.
Mereka mufakat untuk mendirikan organisasi kepemudaan yang anggotanya berasal dari siswa sekolah menengah di Jawa dan Madura. Perkumpulan ini diberi nama Tri Koro Dharmo yang berarti tiga tujuan mulia (sakti, budhi, bakti).
Dalam perkembangannya, Tri Koro Dharmo membuka cabang di Surabaya. Dalam rangka mengefektifkan perjuangan, diterbitkan sebuah majalah yang juga diberi nama Tri Koro Dharmo.
Tujuan Tri Koro Dharmo
Berikut ini tujuan Tri Koro Dharmo
secara nyata dalam anggaran dasarnya.
a. Ingin menghidupkan persatuan dan kesatuan, di antara pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali, dan Lombok.
b. Kerja sama dengan semua organisasi pemuda guna membentuk ke-Indonesia-an. Keanggotannya terbatas pada para pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali dan Lombok.
a. Ingin menghidupkan persatuan dan kesatuan, di antara pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali, dan Lombok.
b. Kerja sama dengan semua organisasi pemuda guna membentuk ke-Indonesia-an. Keanggotannya terbatas pada para pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali dan Lombok.
Asas Tri Koro Dharmo
Tri Koro Dharmo memiliki asas-asas
seperti berikut.
a. Menimbulkan pertalian antara murid-murid bumi putera pada sekolah dan kursus perguruan
a. Menimbulkan pertalian antara murid-murid bumi putera pada sekolah dan kursus perguruan
Kejuruan
b. Menambah pengetahuan umum bagi anggota-anggotanya.
c. Membangkitkan dan mempertajam bahasa dan budaya Indonesia.
b. Menambah pengetahuan umum bagi anggota-anggotanya.
c. Membangkitkan dan mempertajam bahasa dan budaya Indonesia.
E.
Tujuan
berdirinya organisasi kedaerahan Tri Koro Darmo
Seperti
yang telah dijelaskan diatas, munculnya organisasi kedaerahan pada masa awal
pergerakan nasional tidak semata-mata atas dasar kebersamaan nasional. rasa
kebersamaan atau solidaritas sosial secara nasional yang meliputi wilayah
seluruh indonesia masih jauh dari kenyataan. Nasionalisme Indonesia seperti
yang kita miliki dan rasakan sekarang, masih belum ada. Yang ada dan mulai
tumbuh pada waktu, barulah rasa kebersamaan atau solidaritas sosial secara
daerah atau regional. Semangat persatuan dan kesatuan pada waktu itu masih
meliputi satu daerah atau satu provinsi yang sempit yang sempit daerah jangkauanya.
Dengan
makin banyaknya suku-bangsa-suku banhsa dari pelbagai daerah Indonesia yang
mengalir dan bermukim serta tinggal menetap di kota Batavia atau Jakarta, maka
makin meningkaat pula kontak atau hubungan diantara suku-bangsa-suku-bangsa itu
meningkat. Maka terjadilah secara tidak sadar atau tak sadar apa yang dinamakan
“cultural exchange” atau pertukaran
kebuayaan antara suku-bangsa-suku-bangsa itu. Demikian kontak atau komunikasi
sosial yang sangat intensif serta efektif terjadi, terutama di kalangan
pemuda-pemuda pelajar itu.
Demikianlah
hampir setiap hari para pemuda-pemuda pelajar dari berbagai daerah itu bertemu
dan mengadakan hubungan. Mereka saling menceritakan keadaan, adat-istiadat,
kebudayaan serta pengalaman-penngalaman mereka di daerah mereka masing-masing.
Secara tidak sadar dan tidak sengaja mereka sudah saling memberi serta menerima
informasi dan pengetahuan tentang keadaan sosial-budaya, bahkan keadaan ekonomi
dan politik di daerah mereka masing-masing. Jadi mereka sudah tidak lagi
seperti katak di bawah tempurung, menyangka kampung atau daerahnya meliputi
seluruh dunia. Pengetahuan dan pengertian mereka tentang adat-istiadat dan
kebudayaan pelbagai daerah di Indonesia makin luas serta makin meningkat.
Cakrawala pengetahuan dna pandangan mereka tentang tanah-air Indonesia makin
mesra di dalam suasana demokrasi : “DUDUK
SEHAMPARAN, TEGAK SEPEMATANG!” atau “TEGAK
SAMA TINGGI, DUDUK SAMA RENDAH!” artinya sama kedudukan dan sama derajatnya. (Sagimun MD, 1989 : 66-67)
Kemudian
para pemuda pelajar dari satu daerah itu mulai membutuhkan suatu wadah pengikat
mereka yang mengatur, mennetukakan serta menjadwalkan pertemuan-pertemuan yang
lebih terarah serta lebih bermanfaat. Mereka mulai memikirkan untuk mengadakan
rapat-rapat, diskusi-diskusi dan untuk mengadakan pembicaraan-pembicaraan yang
lebih serius. Wadah pengikat itu juga akan merencanakan malam-malam gembira,
piknik-piknik atau darmawisata ke tempat –tempat yang bersejarah dan lainya.
Wadah pengikat atau organisasi itulah yang mengatur dan menjadwaalkan
acara-acara yang dapat meningkatkan serta memajukan rasa kebersamaan dan rasa
solidaritas di antara pelajar-pelajar sedaerah itu. (Sagimun MD, 1989 : 66-67)
Pada tanggal 3-5
Oktober 1908, Budi Utomo mengadakan Kongres I di Yogyakarta. Dalam Kongres
tersebut Budi Utomo menghasilkan susunan Pengurus Besar Budi Utomo, AD/ART Budi
Utomo, dan menentukan Kantor Pusat Budi Utomo. Selanjutnya, para pendiri Budi
Utomo yang terdiri dari para pelajar STOVIA tersebut di atas, merupakan
pengurus Budi Utomo cabang Betawi. Sedangkan Kantor Pengurus Besar Budi Utomo
berada di Yogyakarta, dengan dipimpin (Ketua) oleh RTA. Tirto Kusumo dan dr.
Wahidin Sudirohusodo sebagai wakil ketua. Dengan demikian tampak jelas bahwa
para pelajar STOVIA hanya sebagai pendiri saja, karena untuk kepengurusan Budi
Utomo dijabat oleh orang-orang yang lebih tua, yaitu para bupati maupun pejabat
yang lain. Hal ini jelas, suatu jiwa besar dari para pelajar STOVIA yang merasa
masih muda dan sibuk dengan sekolahnya melihat hasil-hasil kongres yang
dinilainya positif itu, tidak lama kemudian daerah-daerah, baik di Jawa maupun
luar Jawa banyak cabang-cabang Budi Utomo yang didirikan.
Pada saat
berdirinya organisasi-organisasi pergerakan nasional, sebenarnya belum jelas
batas-batas wilayah negara nasional yang dimaksudkan. Kalau mengacu dengan
bangkitnya pergerakan nasional sejak Budi Utomo (1908), tampak adanya, rasa
senasib sepenanggungan hidup dalam suasana penjajahan yang sama-sama tertekan
dan diperlakukan oleh pihak penjajah sebagai orang yang bodoh dan selalu
diperintah mengikuti kemauan yang memerintah (Belanda). Dari pelbagai kasus
dapat dibayangkan, bagaimana perasaan para pelaku dalam situasi menjengkelkan. Tidak berlebihan apabila
dikatakan bahwa negasi itu justru membangkitkan kesadaran akan posisi yang
serba rendah, rasa harga diri diri tertekan, serta stigma inferioritas. Kesadaran negatif, diinternalisasikan atau
dibudayakan semakin kuat oleh struktur lingkungan, baik fisik maupun sosial
yang penuh dengan kode-kode dominasi penguasa kolonial atau rakyat terjajah.
Dari contoh-contoh seperti cara penggunaan bahasa, pakaian, tempat tinggal,
kendaraan, dan lain sebagainya, semuanya merupakan simbol-simbol otoritas dan prestise
dan sekaligus mempunyai fungsi
instrumental untuk membuat jarak baik fisik maupun sosial anttara penguasa
dengan yang dikuasai. (Sartono Kartodirjo, 1993 : 5)
Oleh karena itu,
tampak mulai ada rasa kebersamaan kepentingan dalam rangka, ingin membebaskan
diri dari kehidupan masyarakat terjajah ke masyarakat bebas, namun terikat oleh
persamaan kepentingan itu. Hal ini lebih jelas lagi, dalam propaganda dr.
Wahidin tersebut dapat direalisasikan oleh apra pelajar STOVIA, di bawah
pimpinan R. Soetomo dengan mendirikan organisasi pergerakan nasional pertama
bernama Perkumpulan Budi Utomo (1908).
Dalam anggaran dasar Budi utomo (Pasal 5 alinea 2) dijelaskan, bahwa lain
daripada bangsa Jawa boleh juga masuk menjadi lid (anggota), akan tetapi tiada
boleh dipilih menjadi lid (anggota) Bestuur.
Hal tersebut,
jelas bahwa Budi Utomo sudah mengarah akan pentingnya persatuan. Namun, masalah
daerah masih merupakan hal yang harus dipertahankan. Tujuan utamanya adalah
ingin menunujukan identitas atau
menjaga kepribadian daerah masing-masing. Hal ini terbukti bahwa banyaknya
cabang-cabang Budi Utomo yang berdiri, tidak saja di Jawa, tetapi juga diluar
pulau Jawa. Semua Bestuur (pengurusnya) harus orang daerah setempat. Namun
mengenai anggaran dasarnya, tetap sama dengan Budi utomo induknya. Hal ini demi
menjaga tetap hidupnya Budi Utomo, sehingga dapat tercapai cita-cita yang
diharapkan. Untuk pergerakan politik, memang tidak menjadi program awal,
walaupun akhirnya tidak dapat menghindar dari pergerakan politik juga.
Cara-cara Budi
Utomo ini, dapat mempengaruhi para generasi muda. Para pemuda Jawa, mulai
tergerak untuk berorganisasi, yakni pada tanggal 7 Maret 1915 mendirikan Tri Koro Dharmo (Tiga Tujuan Mulia).
Yaitu Sakti, Budi Bakti, dan
berlambang keris.Didirikan di dalam
gedung STOVIA, seperti Perkumpulan Budi Utomo yang didirikan oleh pemuda-pemuda
dari Jawa, akan tetapi berasaskan nasional. Dalam hal ini terlihat dalam asas
dan tujuan Tri Koro Dharmo, yang berbunyi sebagai berikut.
a. Menimbulkan
pertalian di antara murid-murid bumiputera pada sekolah-sekolah menengah dan
kursus-kursus vak kejuruan.
b. Menambah
pengetahuan umum bagi anggota-anggotanya.
c. Membangkitkan
dan mempertajam perasaan buat segala bahasa dan kebudayaan Hindia (Indonesia). (Sartono, Kartodirjo, 1975 : 195).
Gerakan
pemuda Indonesia sebenarnya yang memang telah ada dimulai sejak berdirinya Budi
Utomo, para pemuda yang masih menjadi
murid-murid STOVIA. Namun sejak kongresnya yang pertama, Budi Utomo telah
diambil oleh kaum priyayi (bangsawan) dan para pegawai negeri, sehingga para
pemuda kecewa lalu keluar dari Budi Utomo. Organisasi yang pertama kali
didirikan dikalangan pemuda ialah Tri Koro Dharmo (Tiga Tujuan Mulia).
Organisasi ini berdiri pada tanggal 7 Maret 1915 di Jakarta dr.R.Satiman
Wiryosandjoyo, Kadarman, Sunardi dan beberapa pemuda lainnya bermufakat untuk
mendirikan perkumpulan pemuda yang mana diterima sebagai anggota hanya
anak-anak sekolah menengah yang berasal dari pulau Jawa dan Madura. Perkumpulan
yang diberi nama Tri Koro Dharmo merupakan gerakan pemuda pertama yang
sesungguhnya. Pada tahun itu juga didirikan cabang di Surabaya. Pada mulanya
cabang Jakarta mempunyai lebih kurang 50 anggota. Majalah perkumpulannya juga
bernama Tri Koro Dharmo yang diterbitkan buat pertama kalinya pada tanggal 10
November 1915. Tujuan perkumpulan yakni mencapai Jawa-Raya dengan jalan
memperkokoh rasa persatuan antara pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali dan Lombok.
Seperti
yang telah dijelaskan diatas, bahwa tujuan Tri Koro Dharmo berarti tiga tujuan
yang mulia : sakti, budhi, bakti.
1.
Budi artinya dengan kepribadian bangsa Indonesia mengusir kaum penjajah.
2.
Bakti artinya seluruh rakyat Indonesia punya kewajiban menyerahkan jiwa raga
untuk membela tanah air.
3.
Sakti artinya dengan ilmu.
Tujuan
ini sebenarnya menyatukan dua prinsip dasar yang hidup di kalangan pemuda itu.
Yang pertama adalah perlunya edukasi, pengetahuan, pendidikan. Ini berarti
pertama-tama pengetahuan Barat yang merupakan prasyarat mutlak kemajuan masyarakat
Jawa. Pengetahuan mengenai ilmu dan teknologi Barat, pengetahuan tentang
bahasa-bahasa Eropa merupakan kunci kemajuan. Yang kedua adalah cinta kepada
budaya Jawa. Para pemuda priyayi itu menaruh hormat kepada tradisi Jawa, budaya
nenek-moyang yang pernah menjadi penguasa-penguasa perkasa kerajaan Majapahit
dan Mataram. Namun Karena sifatnya yang sentris, Tri Koro Dharmo menjadi kurang
dapat berkembang.
F.
Tri
Koro Dharmo tidak mau bergerak di bidang politik
Dengan
kesempatan yang diberikan oleh Tri Koro Dharmo tersebut, banyak pemuda dari
Sumatera masuk menjadi anggota Tri Koro Dharmo. Walaupun hal tersebut hanya
terjadi untuk sementara, memang saat itu masih diperlukan adanya semangat
kedaerahan. Kalau Tri Koro Dharmo didorong oleh adanya organisasi pergerakan
nasional pertama, yaitu Budi Utomo yang belum bergerak dalam bidang politik,
tidak demikian halnya bagi para pemuda dari Sumatera yang ingin menonjoljan
keadaerahanya bergerak di bidang sosial. Pada tanggal 9 Desember 1917, lahirlah
organisasi pemuda dari Sumatera bernama “Jong Sumtranen Bond”. diantara
pemuda-pemuda dari Sumatera tersebut, yang lebih terkenal selanjutnya adalah
Moh. Hatta dan Moh. Yamin. Kedua pemuda ini akhirnya terpilih sebagai pemimpin
dalam organisasi pemuda itu.
Organisasi pemuda kedaerahan
tersebut sangat hati-hati dan tidak cepat bergerak ke arah politik. Hal ini
rupanya mengambil pelajaran dari organisasi-organisasi sebelumnya, yaitu Budi
Utomo yang mengawali pergerakanya mellaui bidang sosila-budaya, dapat selamat
daari pengawasan pemerintah kolonial. Ssedangkan SI bergerak melaui bidang
ekonomi dan meningkat ke bidang politik, mendapat pengawasan secara ketat oleh
pemerintah, bahkan SI dicurigai. Pemerintah berusaha memecah belah persatuan SI
tersebut. Selanjutnya organisasi yang lain, yaitu Indische Partij, dimana
organisasi ini langsung bergerak di bidang politik. Pemerintah mengetahui
persis bahwa Indische Partij bergerak dalam bidang politik, maka dengan cepat
tidak diberi badan hukumnya. Bahkan ketiga pendirinya ditangkap dan dibuang ke
negeri Belanda. (Sudiyo, 2002 : 47)
G. Tri Koro Dharmo hanya merekrut
anggota yg berasal dari Jawa
Pada
mulanya mengenai keanggotaan Tri Koro Dharmo, hanya terbatas pemuda pelajar
dari Jawa dan Madura. Organisasi terus ditingkatakan, dengan tujuan membentuk
Jawa – Raya yang meliputi : Jawa, Sunda, Bali, dan Lombok. Akan tetapi
mengingat dalam asas Tri Koro Dharmo, tercantum kata-kata “menimbulkan
pertalian antara murid-murid bumi putera” dan “buat segala bahasa dan budaya
Hindia”, berarti dapat menerima keanggotaan dari pemuda pelajar yang berasal
dari berbagai daerah di seluruh Hindia (Indonesia). Dengan demikian sangat luas
wilayah jangkauan keanggotaam Tri Koro Dharmo itu.
Berhubung
pemuda dari Jawa yang paling banyak mendapat kesempatan pertama kali untuk
bersekolah, maka dapat dimengerti bahwa organisasi pemuda kedaerahan tersebut
didirikan pertama kali oleh pemuda Jawa. Organisasi pemuda kedaerahan tersebut
bernama Tri Koro Dharmo, yang
didirikan pada tanggal 7 Maret 1915 di bawah pimpinan dr. Satiman. Dalam asas
Tri Koro Dharmo memang memberi peluang ke arah masuknya pemuda dari daerah
lain, untuk masuk mnjadi anggota Tri Koro Dharmo. Jadi bukan hanya pemuda Jawa
saja yang diterima menjadi anggota. Walaupun semua pendirinya pemuda-pemuda
Jawa, namun anggotanya ternyata terdiri dari pemuda berasal dari berbagai
daerah-daerah di Indonesia. Akan tetapi, hal tersebut hanya berjalan untuk
sementara. Semangat keaderahan mulai menjadi prioritas yang utama. Pada saat
itu, memang budaya daerah masing-masing harus ditonjolkan sebagai perwujudan Bhineka Tunggal Ika. (Sudiyo, 1989 :
H. Pengaruh bagi Tri Koro Dharmo
mengenai pembatasan anggota yang hanya menerima pemuda dari Jawa
Pembatasan
sementara mengenai perekrutan anggota oleh para pendiri Tri Koro Dharmo membuat
para pemuda diluar pulau Jawa merasa iri. Para pemuda diluar pulau Jawa merasa
tidak ada tempat untuk berjuang. Tidak ada tempat untuk menyampaikan segala
keluh kesa maupun protes terhadap pemerintah Hindia Belanda.
Sekolah-sekolah yang didirikan oleh
pemerintah Hindia Belanda di daerah Jawa membuat para pemuda yang berada diluar
pulau Jawa menjadi satu, berkumpul, bersosialisasi, serta menyatukan ide,
apresiasi, serta penilaian terhadap kolonialisasi yang terjadi di tanah airnya.
Hal ini sudah tertuang dalam tulisan Sagimun MD dalam bukunyaa yaang berjudul “Peranan
pemuda” (1989 : 53-54)
“Disekolah mereka menimba
bermacam-macam ilmu pengetaahuan dan juga pahaam-paham baru. Di dalam pergaulan
itu mereka sering bertukar pikiraan, mengadakan diskusi-diskusi dan
pembiccaraan-pembicaraan mengenai ilmu pengetahuan dan paham-paham baru yang
mereka proleh di sekolah itu dengan keadaan dan kondisi di daerah asal mereka
masing-masing. Kemudian mereka makin lama makin menyadari, bahwa mereka senasib
dan sepenanggungan di bawah kekuasaan kaum penjajah bangsa asing. Maka mulailah
timbul rasa solidaritas, rasa kebersamaan diantara pemuda-pemuda pelajar itu.
Mula-mula rasa senasib-sependeritaan dan rasa kebersamaan atau rasa solidaritas
itu timbul dan mereka miliki secara lokal, secara regional, secara daerah. Lalu
timbul keinginan pada mereka untuk bersama-sama berjuang memperbaiki nasib dan
meningkatkan taraf hidup rakyat di daerah mereka masing-masing...........”
Maka, dapat disimpulkan bahwa
melalui apresiasi, diskusi, serta penggabungan ide yang terjadi di lingkungan
sekolah mereka, akhirnya para pemuda pelajar ini pun mendirikan perkumpulan
sendiri yang bersifat sosial-budaya yang pertama yang bernama Budi Utomo
(1908-1918), setelah itu karena adanya ketidakpuasan dari para pemuda mengenai
kepengurusanya maka para pemuda lainya pun mendirikian perkumpulan atau
organisasi pemuda yang baru, yang bersifat
kedaerahan, karena organisasi tersebut memang berdiri atas inisiatif para
pemuda yang berasal dari pulau Jawa maupun para pemuda yang berasal dari luar
pulau Jawa yang berkumpul menuntut ilmu di pulau Jawa. Organisasi tersebut
bernama “TRI KORO DHARMO”
Para
pendiri Tri Koro Dharmo adalah dr. Satiman Wiryosajoyo, Kadarman, Sunardi, dan
beberapa pemuda lainya yang semuanya berasal dari Jawa. Untuk sementara yang
dapat diterima masuk menjadi anggota adalah para pemuda yang berasal dari Jawa
dan Madura. Tujuan organisasi ini sebenarnya untuk mencapai Jawa raya, dengan
memperkokoh rasa persatuan antara pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali, dan Lombok.
Namun mengingat semakin banyak pemuda yang berminat masuk menjadi anggota,
bahkan tidak saja pemuda dari Jawa dan Madura, melainkan juga dari berbagai pulau
di Indonesia ini, maka akhirnya Tri Koro Dharmo membuka kesempatan
pemuda-pemuda dari berbagai pulau.
Dengan
kesempatan yang diberik oleh Tri Koro Dharmo tersebut, banyak pemuda dari
Sumatera masuk menajdi anggota Tri Koro Dharmo. Walaupun hal tersebut hanya
terjadi sementara, memnag saat itu masih diperlukan adanya semangat kedaerahan.
Kalau Tri Koro Dharmo didorong oleh adanya organisasi pergerakan nasional pertama, yaitu Budi Utomo yang belum
bergerak dalam bidang politik, tidak demikian halnya para pemuda dari Sumatera
yang ingin menonjolkan kedaerahanya bergerak di bidang sosial. Pada
tanggal 9 Desember 1917, lahirlah
organisasi pemuda dari Sumatera bernama “Jong Sumateranen Bond”. diantara
pemuda-penmuda dari Sumatera tersebt, yang lebih terkenal selanjutnya adalah
Moh. Hatta dan Moh. Yamin. Kedua pemuda ini akhirnya terpilih sebagai pemimpin
organiasasi pemuda itu. (Sudiyo, 2002 : 46-47)
I.
Bentuk
usaha Tri Koro Dharmo dalam pergerakanya di bidang sosial-budaya
Organisasi
pemuda keaderahan tersebut sangat hati-hati dan tidak cepat bergerak ke arah
politik. Hal ini rupanya mengambil pelajaran dari organisasi-organisasi
sebelumnya, yaitu Budi Utomo yang mengawali pergerakanya melalui bidang
sosial-budaya, dapat selamat dari pengawasan pemerintah kolonial. Sedangkan SI
bergerak melalui bidang ekonomi dan meningkat ke bidang politik, mendapat
pengawasan secara ketat oleh pemerintahan, bahkan SI dicurigai. Pemerintah
berusaha memecah belah persatuan SI tersebut. Selanjutnya organisasi yang lain,
yaitu Indische Partij , dimana organisasi ini langsung bergerak dibidang
politik. Pemerintah mengetahui persis bahwa Indische Prtij bergerak dengan
cepat tidak diberi badan hukumnya. Bahkan ketiga pendirinya ditangkap dan dibuang
ke negeri Belanda.
Dari pengalaman tersebut, maka
organisasi pemuda lebih menitikberatkan semangat keaderahan. Pada waktu itu
semangat kedaerahan masih sangat diperlukan. Hal ini untuk menunjukan bahwa
pergerakan untuk melawan penjajah tidak hanya dilakuakan oleh pemuda Jawa saja,
tetapi juga daerah-daerah lain ada rasa tidak lagi berjuang secara fisik,
melainkan berjuang melaui semangat persatuan dan kesatuan yang dapat dibina
melalui pendidikan. Oleh karena itu, pemuda-pemuda harus sekolah untuk memperoleh
kecerdasan dan wawasan. (Sudiyo, 1989 : 47)
Bahwa
aktifitas masyarakat pribumi lebih banyak merupakan “arus bawah” karena berada
di bawah masyarakat kolonial. Hal ini bukan saja karena sikap diskriminasi
dalam kedudukan & warna kulit lebih diutamakan oleh Belanda. Serta usaha
Belanda merekam segala pikiran & pengaruh “arus bawah” tersebut supaya
jangan muncul dalam permukaan sejarah kolonial dengan mempertahankan tegaknya
peraturan kolonial yang melarang semua kegiatan yang berbau politik. (Anthel Dese,
Dkk : 1973 : 26)
Disamping
dari faktor-faktor sosial, ekonomi, dan motivasi, dasar yang mendorong
perlawanan-perlawanan tersebut dapat berasal dari berbagai bentuk paham (isme).
Paham nativisme (kepribumian)/ tradisionalisme (adat istiadat) mendorong untuk
menolak segala bentuk persimpangan dari sistem & struktur lama yang tidak
baik, kalau perlu dengan kekerasan. Perubahan-perubahan baru akan mengancam
keseimbangan hidup serta menimbulkan ketidakpastian. Karenanya harus dijauhi
& dimusuhi. (A. Daliman, 2012 : 104)
Para pelajar itu baru duduk di
tingkat SMP/SMA, demikian pula pemuda-pemuda lain yang juga mendapat tugas itu,
sehingga boleh disebut sebagai pemuda remaja yang belum banyak pengalaman, Tan
Malaka kendati demikian. Ketika ditunjuk oleh pemerintah, para pelajar ini tak
pernah menolak. Mungkin karena terbawa oleh situasi & lingkungan, dimana
waktu itu rakyat Indonesia sedang berjuang mengusir penjajah, sehingga mereka
itu pun memiliki tekad & keberanian seperti kakak-kakaknya para pejuang lain. Bahkan mereka sudah memiliki
perasaan malu apabila tak ikut ambil bagian dalam perjuangan tanah air. (Kurir-kurir Kemerdekaan, 2001 : 4-5)
Berkaitan dengan pemikiran diastas.
Dalam kegiatan keorganisasian yang nyata adalah gerak pembaharuan. Pada 1927
telah terbentuk suatu jenis kepemimpinan Indonesia yang baru dan suatu
kesadaran diri yang baru terlibat dalam pertentangan yang sengit satu sama
lain. Sedangkan kesadaran diri yang semakin besar telah menecah belah
kepemimpinan ini lewat garis-garis agama & ideologi. Pihak Belanda mulai
menjalankan suatu tingkat penindasan baru sebagai jawaban terhadap
perkembangan-perkembangan tersebut. Periode ini tidak menunjukan pemecahan
masalah tetapi merubah pandangan kepemimpinan Indonesia itu mnegenai diri
sendiri & masa depanya. Kalangan Priyayi Jawa yang baru/ lebih rendah,
pejabat-pejabat yang maju yaang memandang pendidikan sebagai kunci menuju
kemajuan, adalah kelompok pertama yang membentuk suattu organisasi yang
benar-benar modern. Kelompok ini mewakili suatu aliran sosial budaya yang
penting di Indonesia pada abad XX. Mereka it terutama adalah abangan (harfiah, orang-orang
cokelat/merah) suatu istilah bahagia Jawa yang dipakai untuk menyebut
orang-orang muslim yang anutanya kepada islam jarang lebih daripada sekedar
komitmen formal & nominal saja. Kaum abangan merupakan mayoritas penduduk
Jawa ; pemikiran-pemikiran mereka cenderung bersifat mistik, relatif tidak
memperdulikan tuntutan kewajiban-kewajiban upacara agama islam & secara
budaya terikat pada bentuk-bentuk seni Jawa, seperti wayang, yang pada dasarnya
berlandaskan pada ilham-ilham pra-islam. Pada awal abad XX diantara
kalangan-kalangan atas pemerintahan (priayi) yang berada di lingkungan kaum
abangan ada yang berpendapat bahwa pendidikan barat akan memeberikan kepada mereka
suatu kunci menuju suatu perpaduan baru yang mereka anggap sebagai dasar suatu
peremajaan kembali terhadap kebudayaan, kelas, dan masyarakat mereka. (Ricklefts,
2011 : 247-251)
Mengingat tujuan Tri Koro Dharmo yang
merupakan lahir setelah adanya perkumpulan Tri Koro Dharmo, yang merupakan
organisasi pemuda pertama pelopor pertama dari berdirinya organisasi-organisasi
keadaerahan, mengingat Tri Koro Dharmo yang sebenarnya ingin membuat Jawa Raya,
memajukan Jawa Raya, serta mengangkat harkat dan martabat masyarakat Jawa,
Madura, Bali dan Lombok serta asas-nya yang berbunyi ;
a. Menimbulkan
pertalian di antara murid-murid bumiputera pada sekolah-sekolah menengah dan
kursus-kursus vak kejuruan.
b. Menambah
pengetahuan umum bagi anggota-anggotanya.
c. Membangkitkan
dan mempertajam perasaan buat segala bahasa dan kebudayaan Hindia (Indonesia). (Sartono, Kartodirjo, 1975 : 195).
Maka
apabila kita bandingakan dengan pendapat dari S.J Rutgers (2012 : 2-3) mengenai
misi dari perkumpulan Budi Utomo sebelumnya, Budi Utomo yang gagal menjadi
perkumpulan pemuda, bahwasanya ;
“.........Perkumpulan
ini terutama terdiri dari kaum intelektual Indonesia, pegawai negeri,
mahasiswa-mahasiswa sekolah tinggi kedokteran dsb yang berasal dari kaum
bangsawan progresif yang menghendaki suatu perubahan & yang mengharapkan
keuntungan bagi dirinya sendiri dalam aspek perekonomian & politik.
Perkumpulan ini merupakan suatu gerakan nasional yang borjuistik dan samasekali tidak berhubungan dengan kaum buruh &
tani kecil ; mereka bertujuan mempertinggi “budi” & praktis menghendaki
pendidikan yang lebih sempurna serta terbukanya jabatan-jabatan yang tinggi
dalam pemerintah kolonial bagi bangsa Indonesia, lagipula sungguh mustahil
karena anggota-anggotanya terutama terdiri dari pegawai-pegawai/ calon pegawai
pemerintah kolonial.”
J.
Tri
koro Dharmo menjadi Jong Java
Budi
Utomo makin lama makin dikuasasi oleh kaum priayi (=pegawai negeri). Jiwa dan
semangat priayi mulai mendominasi dan menguasai Budi Utomo. Budi Utomo makin
lama makin menjadi sebuah perkumpulan kaum priayi. Semangat kebangsaan sera
dinamika kebangkitan nasional yang diharapkan bertambah cerah dan cemerlang
oleh para pemuda pelajar ternyata makin mundur dan memudar. Budi Utomo makin
lama makin condong menjadi perkumpulan priayi yang lamban, bergerak “alon-alon waton kelakon”, arinya
perlahan-lahan asal terlaksana. Budi Utomo kurang bergairah dan kurang trampil
dalam mebikuti langkah-langkah yang mandai awal abad ke-20. Golongan muda,
terutama para pemuda pelajar yang mial-mula mepelopori gerakan kebangkitan nasional, makin lama makin tidak
puas, bahkan sangat kecewa terhadap gerakan-gerakan dan kegiatan-kegiatan Budi
Utomo yang lamban itu. Bahkan Dokter
Cipto Mangunkusumo, salah seorang anggota anggota Hoofdbestuur atau Pengurus Besar Budi Utomo sendir, karena kurang
puas terhadap sepak terjang Budi Utomo mengundurkan doro dan seperti diketahui
kemudia bersama Dr. Ernest Eugene Douwes
Dekker alias Dr. Danudirjo Setiabudi dan
Raden Mas Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara mendirikan Indische
Partij. Jadi banyak orang terutama para pemuda pelajar yang tidak puas bahkan
kecewa terhadap sepak terjang Budi Utomo.
Demikianlah,
maka pada tanggal 7 Maret 1915 atas inisatif pemuda-pemuda pelajar seperti
Satiman, Kadarman, dan Sunardi didirikanlah sebuah perkumpulan atau organisasi
pemuda yang diberi nama “TRI KORO DARMO”. Artinya tiga tujuan mulia. Tri Koro
Darmo didirkan daan diresmikan di gedung STOVIA, jadi di gedung yang sama
tempat Budi Utomo didirikan atau dilahirkan pada tanggal 20 Mei 1908. Tadi kami
telah mengatakan bahwa Tri Koro Darmo berarti tiga tujuan mulia. Adapun ketiga
tujuan mulia itu adalah : SAKTI, BUDI dan BAKTI. Jadi Trikoro Darmo atau tiga
tujuan mulia itu adalh perkumpulan atau organisasi pemuda yang pertama. Jadi
trikoro Darmo didirikan di Batavia atau Jakarta di gedung STOVIA atau School
Tot Opleiding Van Inlandsche Artesen. Yang diterima menjadi anggota Tri Koro
Darmo adalh pemuda-pemuda pelajar sekolah menengah yang berasal dari Pulau Jawa
dan Madura. Asas dan tunjuan Tri Koro Darmo adalah:
d. Menimbulkan
pertalian di antara murid-murid bumiputera pada sekolah-sekolah menengah dan
kursus-kursus vak kejuruan.
e. Menambah
pengetahuan umum bagi anggota-anggotanya.
f.
Membangkitkan dan mempertajam perasaan
buat segala bahasa dan kebudayaan Hindia (=Indonesia).
Kemudian Trikoro Darmo maju serta
berkembang. Perkumpulan atau organisasi pemuda ini dengan cepat mempunyai
cabang-cabangnya di pelbagai kota besar di pulau Jawa. Yang menjadi anggota
Trikoro Darmo kebanyakan adalah pemuda-pemuda pelajar dari daerah Jawa Tengah
dan Jawa Timur.
Di dalam kongresnya yang pertama yang
diadakan di kota Solo atau Surakarta padaa tanggal 12 Juni 1918 Trikoro Darmo
diubah dan diganti naamua menjadi JONG JAVA (baca: Yong Yava). Arti Jong Java
adalah Jawa Muda atau pemuda Jawa. Cita-cita Jong Java adalah membina persaatuan
dan persaudaraan di kalangan pemuda-pemuda pelajar Jawa-Raya adalah
pemuda-pemuda pelajar dari daerah-daerah Jawa, SUNDA, Madura, Bali dan lombok.
Jadi perubahan ini juga dimaksudka untuk meluaskan ruang lingkup
kegiatan-kegiatan perkumpulan atau organisasi pemuda itu. (Sagimun MD, 1989 :
76-78)
K. Tujuan Jong Java
Yang
diterima menjadi anggota Jong Java adalah pemuda-pemuda pelajar yang berasal
dari daerah-daerah Jawa , Sunda, Madura, Bali dan Lombok. Jadi Jong Java
berusaha membina persatuan dan persaudaraan Jawa-Raya, yakni daerah daerah
Jawa, Sunda, Madura, Bali dan Lombok. Daerah-daerah tersebut memang memiliki kebudayaan
peninggalan agama Hindu. Daerah-daerah itulah yang dimaksudkan dengan
daerah-daerah yang memiliki kebudayaan yang disebut “Hindoe-Javanisch Culture”
atau kebudayaan Hindu-Jawa.
Jong Java juga beruaha memajukan
anggota-anggotanya serta menimbulkan rasa cinta terhadap bahasa dan kebudayaan
sendiri. Kegiatan utama Jong Java adalah bidang kebudayaan dan kesenian,
suara/musik terutama gamelan dan tari (tari Jawa, Sunda dan Bali). Jong Java
adalah perkumpulan atau organisasi pemuda yang tidak mencampuri urusan politik.
Jong Java tidak melakukan kegiatan-kegiatan atau pun propaganda politik. Namun
karena kemudian derasnya arus pergerakan politik dalam gerakan kebangsaan
Indonesia, maka akhirnya Jong Java tidak dapat bebas serts tidak dapat
menghindari serempetan-serempetan daan senggolan-senggolan gerakan kebangsaan
Indonesia yang makin deras arusnya itu. Tokoh-tokoh Jong Java yang terkenal
antara lain adalah Jaksodipuro yang kemudian lebih dikenal dengan nama
Wongsonegoro, Kuncoro, Mawardi, Sarwono dan lain-lainya. (Sagimun MD, 1989 :
78-79)
L.
Apa
itu Jong Sumatranend Bond
Setelah
pada tanggal 7 Maret 1915 pemuda-pemuda pelajar dari Jawa mendirikan organisais atau perkumpulan pemuda yang
mereka namakan Trikoro Darmo yang kemudian diubah dan diganti namanya menjadi
Jong Java, maka pada tanggal 2 Desember 1917 jug di kota Batavia atau Jakarta
pemuda-pemuda pelajar yang berasal dari pulau Sumatera mendirikan sebuah
perkumpulan atau organisasi pemuda. Perkumpulan atau organisasi itu disebut dan
kemudian terkenal dengan nama Jong Sumatranen Bond (kata Yong harus selalu
dibaca Yong). Jong Sumatera Sumatranen Bond, artinya Perserikatan atau
Perhimpunan Pemuda-pemuda Sumatera. Seperti juga Trikoro Darmo yang kemudian menjadi
Jog Java, demikian pula Jong Sumatranen Bond didirikan di gedung STOVIA atau
School Tot Opleiding Van Inlandche Artsen yang terletak di Jalan Abdurraahman
Saleh, Jakarta Pusat.
Jadi
baik Trikoro Darmo yang kemudian menjadi Jong Java, maupun Jong Sumatranen
Bond, kedua-duanya didrikan di gedung STOVIA di Batavia memang memiliki latar
belakang sejarah dan latar belakang sosial-budaya serta kondisi dan situasi
yang memungkinkan lahirnya organisasi-organisasi atau perkumpulan-perkumpulan
pemuda di Batavia atau Jakarta.
Maksud
dan tujuan Jong Sumtranen Bond antara lain adalah mempererat hubungan dan
persaudaraan diantara pemuda-pemuda pelajar yang berasal dari pulau Sumtera.
Jong Sumatranen Bond berusaha mendidik para pemuda pelajar yang berasal dari
pulau Sumtera untuk menjadi pemimpin-pemimpin bangsanya. Jong Sumtranen Bond
juga berusaha menimbulkan di kalangan anggota-anggotanya rasa cinta kepada
kebudayaan bangsanya sendiri. Jong Sumtranen Bond juga mempunyai
cabang-cabangya antara lain di Bogor , di Bandung, di Padang dan di Bukittiggi.
Hoodbestuur atau pengurus besar Jong Sumtranen Bond berkedudukan di Batavia
atau Jakarta. (Sagimun MD, 1989 : 79-80)
2. Jong Minahasa
Pemuda-pemuda
yang berasal dari Minahasa (Sulawesi Utara) juga tidak mau kalah serta mau
ketinggalan dari pemuda dari daerah-daerah lainya. Pada tahun 1918 mereka
mendirikann sebuah organisasi perkumpulan yang mereka namakan dan kemudian
terkenal dengan nama “Jong Minahasa”. Artinya Minahsa Muda atau pemuda
Minahasa. Meskipun sesungguhnya kurang tepat, namun orang-orang atau
pemuda-pemuda Minahasa sering pula disebut orang-orang atau pemuda-pemuda
Manado. Maksud tujuan Jong Minahasa yang terutama adalah menggalang dan
mempererat persatuan dan tali persaudaraan din kalangan pemuda-pemuda dan
pemudi yang berasal dari daerah Minahasa (Sulawesi Utara). Kegiatan-kegiatan
Jong Minahasa terutama adalah di bidang kesenian, olah raga d sosil budaya.
Tokoh Jong Minahasa yang terkenal antara lain adalah G.R. Pantouw.
3. Jong Celebes
Jong
Celebes adalah sebuah organisasi atau perkumpulan pemuda yang menghimpun
pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang berasal dari pulau Celebes atau pulau Sulawesi. Dulu pulau Sulawesi memang
sering disebut serta lebih dikenal dengan nama pulau Celebes. Jong Celebes
artinya Celebes muda atau pemuda-pemuda Celebes. Jikalau Jong Minahasa hanya
menghimpun pemuda-pemuda dan pemudi yang berasal dari daerah Minahasa (Sulawesi Utara, kabupaten Minahasa) saja,
maka Jong Celebes berusaha menghimpun pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi dari
seluruh pulau Celebes atau pulau Sulwesi seperti pemud-pemuda suku Minahasa,
suku Sangir, suku Bolang Mongondow, suku Gorontalo, bahkan juga pemuda-pemuda
dan pemudi-pemudi dari Sulawesi-Tengah. Sulawesi Tenggara dan Sulwesi Selatan. (Sagimun
MD, 1989 : 83-84)
4. Jong Batak Bond
Walaupun berlatar belakang etnis, jong batak bukan berarti jadi memisahkan
diri dari pergerakan pemuda nasional kala itu, Jong Batak bersama sama
organisasi kepemudaan lain yaitu Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond,
Jong Islamieten Bond, Jong Ambon, dsb serta pengamat dari pemuda tiong hoa
seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djien Kwie
menjadi satu bukti bahwa Organisasi kepemudaan kala itu adalah organisasi
kepemudaan yang memiliki jiwa nasional yang solid, kuat dan bercita-cita menuju
kemerdekaan, hal itu juga dibuktikan bahwa jong batak menjadi salah satu
panitia Kerapatan Pemoeda-Pemoedi atau Kongres Pemuda II pada tanggal 28
Oktober 1928 Susunan panitia tersebut terdiri dari :
Ketua : Soegondo
Djojopoespito (PPPI), Wakil Ketua : R.M. Djoko Marsaid (Jong Java), Sekretaris
: Mohammad Jamin (Jong Sumateranen Bond), Bendahara : Amir Sjarifuddin (Jong
Bataks Bond), Pembantu I : Djohan Mohammad Tjai (Jong Islamieten Bond),
Pembantu II : R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia), Pembantu III : Senduk
(Jong Celebes), Pembantu IV : Johanes Leimena (yong Ambon), Pembantu V :
Rochjani Soe'oed (Pemoeda Kaoem Betawi)
M. Jong Java menjelma menjadi Jong
Indonesia
Jong Java adalah suatu organisasi kepemudaan yang didirikan oleh Satiman
Wirjosandjojo di Gedung STOVIA pada tanggal 7 Maret, 1915 dengan nama awal Tri
Koro Dharmo (TKD) (bahasa Indonesia:
"Tiga Tujuan Mulia"). Perkumpulan pemuda ini didirikannya karena
banyak pemuda yang menganggap bahwa Boedi Oetomo dianggap
sebagai organisasi elite. Pada saat
didirikan, ketuanya adalah Dr. Satiman
Wirjosandjojo, dengan wakil ketua Wongsonegoro, sekretaris Sutomo dan anggotanya Muslich, Mosodo
dan Abdul Rahman.
Tri Koro Dharmo bertujuan untuk mempersatukan para pelajar pribumi,
menyuburkan minat pada kesenian dan bahasa nasional serta memajukan pengetahuan
umum untuk anggotanya. Hal ini dilakukan antara lain dengan menyelenggarakan
berbagai pertemuan dan kursus, mendirikan lembaga yang memberi beasiswa,
menyelenggarakan berbagai pertunjukan kesenian, serta menerbitkan majalah Tri Koro Dharmo.
TKD berubah menjadi Jong Java
pada 12 Juni, 1918 dalam kongres I-nya
yang diadakan di Solo, yang dimaksudkan untuk bisa merangkul
para pemuda dari Sunda,
Madura dan Bali. Bahkan tiga tahun
kemudian atau pada tahun 1921
terbersit ide untuk menggabungkan Jong
Java dengan Jong
Sumatranen Bond, namun upaya ini tidak berhasil.
Oleh karena jumlah murid-murid Jawa merupakan anggota
terbanyak, maka perkumpulan ini tetap bersifat Jawa dan terlihat dalam kongres
II yang diadakan di Yogyakarta
pada tahun 1919 yang
dihadiri oleh sedikit anggota yang tidak berbahasa Jawa. Namun dalam
kongres ini dibicarakan beberapa hal besar antara lain:
•
Milisi untuk bangsa Indonesia
•
Perguruan tinggi
•
Kedudukan wanita Sunda
•
Sejarah tanah Sunda dan
Sampai dengan berlangsungnya Kogres Pemuda Pertama pada tanggal 30 April
– 2 Mei 1926, semangat kedaerahan masih dipertahankans ecara kuat. Dampak dalam
kongres tersebut belum menghasilkan kebulatan pendapat, terutama masalah fusi atau penggabungan organisasi pemuda
menjadi satu wadah dan masalah “bahasa persatuan”. Juga langkah perjuanganya
masih sangat hati-hati, dan belum berani melangkah ke perjuangan dalam bidang
politik. Dengan demikian organisasi pemuda masih tetap bersifat kedaerahan dan
jumlahnya cukup banyak. Dalam kongres PEMUDA Pertama itu dibawah kepemimpinan
Moh. Tabrani, sedang organisasi-organisasi pemudanya akhirnya juga menghasilkan
tokoh-tokoh terkenal , seperti Ir. Sukarno, Abdulah Sigit, dr. Sukiman dari
Jong Java, Amir Sjarifuddin dan STG. Mulia dari Jog Baattak, Moh. Haatta dan
Moh. Yamin dari Jong Sumatranen Bond Arold Mononutu dri Jong elebes Sam
Ratulangi dari Jog Miahasa, Herman Johannes dari Tomoresche Jongeran Bond, Moh.
Husni Thamrin dari pemuda kaum betawi, J. Leimena dari jong Ambon, dan
sebagainya.
Walaupun mereka ini, pada mulanya masih mempertahankan sifaat
kedaerahanya, namun ternyata pandangan ke depan cukup luas. Paham nasionalisme
sebagaimana yang telah dikemukakan menurut Ernest Renan telah dipelajarinya.
Oleh karena itu, mengenai kebulatan pendapat untuk pembentukan organisasi
pemuda “satu wadah” dan yang bersifat nasional itu tinggal menunggu waktu saja.
Para pemuda dari berbagai organisasi kedaerahan itu, mencoba untuk
menggabungkan berbagai aspioraso dan pendapat, agar segala perbedaan suku,
budaya (adat), kepercayaan maupun agama tidak menjadi permasalahan, maka
dibentuklah “Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia” (PPPI) pada bulan
September 1926 di Jakarta, dibawah
kepemimpinan Moh. Abdullah Sigit. Pemikiran yang timbul dari PPPI itu berhasil
mendirikan wadah pemuda dalam satu organisasi. Yaitu “Jong Indonesia” terbentuk
pada tanggal 20 Februari 1927 di Bandung. Kemudian Jong Indonesia dalam kongresnya
pada bulan Desember 1927 bersepakat mengubah nama organisasinya menjadi “Pemuda
Indonesia” dan panjinya berwarna “merah putih berkepala banteng” (Sudiyo, 2002
: 48)
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Demikianlah
beberapa organisasi atau perkumpulan pemuda yang masih berasas kedaerahan dan
bersifat lokal atau regional . cakrawalanya masih sempit dan baru meliputi
sebuah daerah yang sempit yang disebut daerah, propinsi atau suku. Maka sering
pula dikatakan bahwa bahwa organisasi-organisasi atau perkumpulan-perkumpulan
itu masih berasas atau berorientasi daerahisme, provinsialisme atau sukusisme.
Organisasi-organisasi atau perkumpulan-perkumpulan pemuda itu belum meliputi
dan berorientasi seluruh nusantara. Organisasi-organisasi atau
perkumpulan-perkumpulan itu belum bersifat, berjiwa dan bercita-cita nasional
Indonesia. Cakrawalanya belum meliputi seluruh tanah air Indonesia.
Cakrawalanya belum meliputi seluruh tanah air Indonesia yang membentang luas dari
Sabang di sebelah barat sampai ke Marauke di pulau Irian di sebelah Timur dan
dari pulau Miangas di kepulauan Sangir Talaud di sebelah utara sampai ke pulau
Rote di Nusa Tenggara Timur di sebelah selatan. Namun organisasi-organisasi
atau perkumpulan-perkumpulan pemuda itu sudah merupakan organisasi-organisasi
atau perkumpulan-perkumpulan pemuda yang sudah mempunyai anggota-anggota dan
pengurus-pengurus yang tetap. Ada anggaran dasar dan ada anggaran rumah
tangganya. Ada pembagian kerja yang tertib serta teratur di anatara
pengurus-penggurusnya . meskipun masih sangat sederhana, namun
organisasi-organisasi atau perkumpulan-perkumpulan itu sudah mempunyai asas,
maksud tujuan, rencana dan program kerja yang disusun bersama dan sebagainya.
Segala aspek terjangnya didasarkan atas asas dan peraturan-peraturan yang sudah
ditetapkan di dalam sebuah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Itulah
antara lain yang terpenting yang menjadi sebuah syarat-syarat sebuah
organisasi-organisasi atau perkumpulan
yang disebut modern. Organisasi-organisasi atau perkumpulan-perkumpulan pemuda
itu juga masih terbatas ruang geraknya. Organisasi-organisasi atau
perkumpulan-perkumpulan pemuda itu hanya berani bergerak di bidang sosial
budaya saja. Mereka belum berani bergerak di bidang politik. Hal ini dapat
dimengerti mengingat sikap pemerintahan kolonial Belanda yang kolot dan keras.
Pemuda-pemuda pelajar yang berani bergerak di bidang politik pasti akan
mendapat rintangan dan halangan serta tidak mungkin mencapai sukses di dalam studinya.
Mereka akan dianggap berbahaya oleh pihak pemerintah Kolonial Belanda dan pasti
akan diawasi secara keras dan ketat.
GLOSARIUM
Fusi : Adalah sebuah
penggabungan, peleburan suatu hal dan
kedua
perusahaan itu telah bersetuju untuk mengadakan
Tujuan bersama.
Disintegrasi : Adalah keadaan tidak bersatu padu yang menghilangnya keutuhan
atau Perstuan serta perpisahan.
Birokratis : Bersifat birokrasi: pemerintahan
yang -- cenderung lamban dan statis
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau
akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal
manusia.Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang
berasal dari kata LatinColere, yaitu mengolah atau mengerjakan.
Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa
Indonesia.
Disorganisasi :Adalah proses berpudarnya norma-norma dan nilainilai dalam
masyarakat, disebabkan karena
perubahan-perubahan yang terjadi dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Subordinasi :Adalah
suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih
rendah dari yang lain.
Penetrasi : Penerobosan; penembusan; perembesan: -- kebudayaan luar
oleh
satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain.
Nativisme :Adalah pandangan bahwa
keterampilan-keterampilan atau kemampuan- kemampuan tertentu bersifat alamiah atau sudah tertanam dalam otak
sejak lahir.
Tradisionalisme :
Adalah ajaran yang
mementingkan tradisi yang diterima dari generasi- generasi sebelumnya sebagai
pegangan hidup. Tradisi dapat berasal.
Primordialisme :
Adalah sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa
sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada
di dalam lingkunganpertamanya.
Provinsialisme
:
adalah sikap yang hanya mementingkan provinsi/daerahnya tanpa memperhatikan
kepentingan nasional.
Darmawisata:
Perjalanan atau kunjungan singkat dengan tujuan bersenang-senang
dan sebagainya; perjalanan yang
dilakukan untuk tujuan rekreasi
sambil mengenal baik objek wisata dan
lingkungannya
Stigma :
Kata "stigma" juga dipergunakan dalam istilah "stigma
sosial", yaitu
tanda bahwa seseorang dianggap ternoda
dan karenanya
mempunyai
watak yang tercela, misalnya seorang bekasnarapidana yang dianggap
tidak layak dipercayai dan dihormati.
Inferioritas :
Kerendahan mutu
Prestise :wibawa (perbawa)
yang berkenaan dengan prestasi atau kemampuan seseorang: korupsi yang telah
membudaya ini sangat memalukan dan menjatuhkan -- bangsa di mata internasional
Fungsi instrumental : terdapat dalam
ungkapan bahasa anak untuk
meminta
sesuatu.
Borjuis :orang-orang
yang dicirikan oleh kepemilikan modal
dan kelakuan
yang terkait dengan kepemilikan tersebut.
Jong :
dalam Bahasa Belanda berarti “Muda”
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Drs Sudiyo. 2003. Arus Perjuangan Pemuda dari masa ke masa.
Jakarta: PT Asdi Mahasatya
Drs Sudiyo. 2002. Pergerakan Nasional Mencapai dan Mempertahankan
Kemerdekaan.
Jakarta: PT Rineka Cipta
Sagimun, MD. 1989. Peranan Pemuda Dari Sumpah Pemuda sampai
Proklamasi. Jakarta:
PT Bina Aksara.
Ricklefts. 2007. Sejarah
Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Rutgers, S.J.
2012. Sejarah Pergerakan Nasional. Jakarta : Penerbit Ombak
Harjono, HP. 2001. Kurir-Kurir
kemerdekaan. Jakarta: Balai Pustaka
Sejarah Nasional Indonesia. 2010. Jakarta: Balai
Pustaka.
Internet:
http://komunitaspecintasejarah.blogspot.co.id/2013/08/sejarah-organisasi-kedaerahan-di.html/diakses
tanggal 20 Mei 2016 Pk. 15:21 WIB
http://wartasejarah.blogspot.co.id/2014/06/sejarah-perkembangan-gerakan-kepemudaan.html
diakses tanggal 2 Juni 2016 pk. 17.02 WIB
https://www.facebook.com/notes/ikatan-pemuda-batak/pergerakan-pemuda-batak-di-dalam-organisasi-jong-batak-bond/10153511134959566/diakses
tanggal 7 Juni Pk. 15:21 WIB
Langganan:
Entri (Atom)
Entries RSS & Comments RSS
WordPress Themes designed by EZwpthemes Converted by Theme Craft
Reviewed by Blogger Templates
WordPress Themes designed by EZwpthemes Converted by Theme Craft
Reviewed by Blogger Templates
Tidak ada komentar:
Posting Komentar